G A R D A W I L W A T I K T A

Blog ini bertujuan sebagai wadah/sarana ilmu pengetahuan, sejarah, mitos, dan juga pencarian jejak-jejak peradaban peninggalan Kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Silahkan bagi yang ingin mengikuti komunitas ini kita bisa belajar bersama-sama, karena kami juga sangat minim pengetahuan, dan diharapkan kita bisa sharing berbagai informasi tentang sejarah yang ada di Nusantara ini...

Laman

1 Mei 2017

Kedaton Kasepuhan Mojopahit


   Di sebuah hutan yang terletak di delta sungai brantas merupakan sebuah wilayah dari Alas’e Wong Trik, demikian serat pararaton menyebutkannya. Tampak dua orang yang telah berusia lanjut, seorang lelaki dan seorang wanita sedang berjalan kaki menyusuri hutan yang sangat lebat. Dari penampilan pakaiannya mereka berdua adalah pertapa yang sedang melakukan perjalanan jauh menuju Kotaraja Kahuripan untuk sebuah keperluan.


   Di tengah hutan yang lebat tersebut mereka beristirahat di sebuah tanah yang cukup tinggi dari sekitarnya yang dalam bahasa jawa disebut genengan. Sementara itu dari arah timur genengan itu nampak seorang lelaki yang terlihat telah matang usianya sedang menuju Genengan. Beberapa saat kemudian lelaki itu memegang perutnya sambil meringis menahan sakit, "duh.. Dewataa!! kenapa perutku ini sakit sekali?... sudah berbulan-bulan tiada kunjung sembuh, walau tabib-tabib terbaikku telah memberiku obat… adakah obatnya wahai Dewata?".


   Sejenak lelaki tersebut menghentikan langkahnya karena melihat dua orang yang rambutnya telah memutih sedang duduk bersila mengheningkan rasa memuja semadi. Setelah menatap kedua wajah pertapa itu lelaki itu tersenyum kemudian mendekat, "wahai kekasih Dewata..  Resi Mangunkerto... Nyai Resi Mayang… adakah kehendak Resi berdua sehingga berkenan berada di hutan belantara ini?".

   Mendengar suara lelaki itu, kedua Resi itu membuka mata dan segera menghaturkan sembah, "duh Paduka Yang Mulia Titisan Batara Wisnu… Maharaja JawaDwipa Yang Agung Airlangga… kami berdua menghaturkan sembah Bakti".

   Kemudian Resi Mangunkerto menyampaikan maksud mereka melakukan perjalanan jauh dari Pertapan Gluto hingga memasuki hutan itu, karena mendengar kabar penyakit yang sedang diderita Maharaja Airlangga dan kabar hendak mundurnya Beliau dari Tahta Kahuripan.

   Setelah mendengar maksud kedua suami istri itu lelaki yang ternyata adalah Maharaja Airlangga itu terharu, "duh Resi Mangunkerto, Nyai Resi Mayang… aku sangat terharu mendengar kesetiaan kalian berdua kepadaku, walaupun tidak lama lagi aku tidak memegang tahta… maka aku terima persembahan kalian untuk mengobati penyakitku ini".

   Kemudian Resi Mangunkerto menyerahkan buah yang dibawanya dari Gluto kepada Maharaja Airlangga, "ini obat yang bisa mengobati penyakit Paduka… mohon ampun Paduka, rasa buah ini sangat pahit".

   Maharaja Airlangga segera memakan buah itu, "aku ucapkan terimakasih banyak atas obat ini Resi Mangunkerto… sekarang dengarkanlah titahku... tanamlah benih buah yang menjadi obat atas penyakit ini di hutan belantara ini!!! dari ujung utara hingga ujung selatan… kelak engkau berdua akan mendapati kalau buah yang rasanya pahit ini akan terasa manis".


   Zaman pun berganti zaman, masa berganti masa hingga ada serombongan prajurit Songenep dan Terung memasuki hutan itu, mereka membuka hutan untuk membuat pemukiman. Adalah Narraya Sanggramawijaya seorang bangsawan dari Singosari yang telah runtuh karena serangan Prajurit Glang Glang. Atas dukungan Arya Wiraraja dari Songenep, Narraya Sanggramawijaya meminta pengampunan kepada Prabu Jayakatwang yang berkuasa di Daha. Kemudian Sang Raja Daha itu memberikan hutan Trik kepada Narraya Sanggramawijaya, maka dimulailah pembabatan hutan itu. Karena kurang perbekalan akhirnya prajurit-prajurit Songenep dan Terung terpaksa mencari makanan di hutan tersebut. Akhirnya mereka melihat banyak buah yang terlihat segar di hutan itu lalu segera mengambilnya, tetapi alangkah terkejut dan kecewanya mereka karena buah itu rasanya sangat pahit. Dari kejadian inilah akhirnya tempat yang baru dibuka itu dinamakan MOJO-PAHIT (buah Maja yang Pahit).


   Pembangunan tempat pemukiman Mojopahit ini mulai dilakukan bukan lagi layaknya pemukiman biasa, tetapi lebih mengarah pada pembangunan sebuah Kedaton untuk sebuah kerajaan. Setelah tumbangnya Kerajaan Daha dan terusirnya Balatentara Mongol dari Jawa, maka Narraya Sanggramawijaya menobatkan dirinya sebagai Maharaja penguasa Jawa pada tanggal 12 November 1293 Masehi di Kedaton Alas Trik.


   Ada sumber yang mengatakan bahwa Kedaton Trik ini sebagai Kedaton Kasepuhan Mojopahit, namun menurut sumber-sumber literature, hanya beberapa minggu saja Alas Trik menjadi pusat pemerintahan, karena ada usulan dari pasukan Singosari yang baru kembali dari Pamalayu untuk memindahkan pusat pemerintahan ke pedalaman. Sebab menurut pengalaman mereka, sangat riskan bila pusat pemerintahan berada di dekat sungai karena mudah diserang musuh.

   Sebagian ahli berpendapat berbeda kalau perpindahan pusat pemerintahan itu terjadi setelah peristiwa terbunuhnya Ranggalawe. Bahkan ada juga yang berpendapat pemindahan itu terjadi pasca pemberontakan Ra Kuti karena ada sebuah pakem yang telah diyakini di Jawa, bila Kedaton dikuasai musuh maka kedaton itu harus ditinggalkan.

   Namun bagi kami komunitas pecinta sejarah dan budaya Garda Wilwatikta maupun Satrio Puser Mojopahit, kalau semua peninggalan Mojopahit di bekas Alase Wong Trik (kini menjadi Tarik) harus dicari, didata, dan sebisa mungkin diselamatkan.

   Beberapa tempat di Kecamatan Tarik terindaksikan jejak-jejak peradaban seperti Desa Medowopuro, Klinter Rejo yang dahulu pernah diriset oleh Balai Arkeologi Jogja sejak tahun 1986-1994. Dan di desa-desa lainnya yang telah ditelusuri juga terdapat jejak peradabannya walaupun masih sekelas bata kuno.

Temuan Dorpal

Batu Dakon

Lumpang
   Beberapa waktu yang lalu team Garda Wilwatikta melakukan penelusuran dengan komunitas Satrio Puser Mojopahit. Dalam penelusuran yang sempat kami lakukan itu, kami mendapati kerusakan yang parah di area Pagenengan di Medowopuro oleh aktivitas pembuatan bata yang terjadi beberapa tahun silam selepas riset Balar Jogja 1994. Banyak pecahan tembikar di sebelah utara pemakaman Klinter Rejo, tepatnya di area yang ditanami tebu, juga adanya struktur bata di kanan-kiri sungai di sebelah utara pemakaman Klinter Rejo. (Mukhamad Sultoni)

Pecahan Lumpang (by Mukhamad Sultoni)

Pecahan Tembikar

Tungku Tempat Abu (by Mukhamad Sultoni)

   Semoga dengan adanya upaya-upaya ini akan direspon pemerintah daerah setempat, begitu pula masyarakat sekitarnya untuk sadar dan ikut melestarikan peninggalan Mojopahit di Tarik ini. Kami mengucapkan terimakasih untuk Komunitas Satrio Puser Mojopahit...


Satrio Puser Mojopahit

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya - GARDA WILWATIKTA Tado Singkalan - "Menapak Jejak, Mematri Semangat, Mengunggah dan Melestarikan Peradaban Nusantara"

Garda Wilwatikta